Pinjaman Online Sebagai Jalan Pelunasan Uang Kuliah Tunggal (UKT): Solusi atau Ilusi?

UPI Humanika
6 min readApr 29, 2024

--

Oleh : Rif’at Muna Yasin dan Annisa Amanah Rokhmah (Sastra Arab 2023)

Persoalan terkait tingginya biaya pendidikan di tanah air tak pernah surut dari pembahasan publik, terlebih pada jenjang perguruan tinggi atau yang lebih sering kita sebut sebagai uang kuliah tunggal (UKT). Topik ini kian memanas seiring dengan waktu menjelang seleksi penerimaan mahasiswa baru tiap tahunnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa biaya merupakan indikator penting dalam menentukan langkah pendidikan menuju jenjang berikutnya.

Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Kemendikbud, Prof. Nizam mengatakan, rata-rata biaya pendidikan tinggi per mahasiswa di Indonesia mencapai 2.000 dollar AS atau setara sekitar 28 juta rupiah. “Biaya pendidikan tinggi di Indonesia kalau kita bandingkan dengan berbagai negara tetangga apalagi dengan negara maju ini masih rendah, masih tertinggal,” ujar Prof. Nizam di acara diskusi bertajuk “Mengupas Skema Terbaik dan Ringankan Pendanaan Mahasiswa” di Universitas Yarsi, Jakarta Pusat, pada hari Selasa 5 Maret 2024. (Kompas, 08-03-2024)

Angka ini memang terbilang rendah apabila dibandingkan dengan negara-negara lain terutama negara maju. Namun, hal utama yang perlu diperhatikan adalah kemampuan masyarakat dalam menjangkau angka tersebut. Faktanya, masih banyak masyarakat yang merasa keberatan dengan mahalnya biaya kuliah baik di perguruan tinggi negeri (PTN) maupun swasta (PTS). Mengutip data dari Kemendagri, jumlah penduduk Indonesia yang masuk perguruan tinggi per 31 Desember 2022 untuk tingkat D1 dan D2 sebesar 1,11 juta orang atau 0,4% dari total penduduk Indonesia. Kemudian tingkat D3 sebanyak 3,56 juta orang atau 1,28% dan S1 sebanyak 12,44 juta orang atau 4,47%. Adapun tingkat S2 sebanyak 882.113 orang atau 0,31% dan S3 hanya 63.315 orang atau 0,02%. (Liputan6. 08-01-2024)

Sedangkan berdasarkan data milik databoks, persentase penduduk Indonesia usia 15 tahun ke atas yang menamatkan pendidikan tinggi hanya sejumlah 10,5% dari total penduduk. Artinya, akses terhadap pendidikan tinggi masih begitu ekslusif dan hanya dapat dinikmati segelintir rakyat.

Fenomena mahalnya biaya UKT bukan hal yang terjadi secara tiba-tiba. Hal ini tentu berkaitan erat dengan kebijakan yang ditetapkan oleh Pemerintah. Salah satu kebijakan yang berkaitan erat dengan besaran angka biaya kuliah adalah status kelembagaan suatu perguruan tinggi. Diketahui terdapat tiga status kelembagaan yang disandang oleh perguruan tinggi negeri di Indonesia, mulai dari PTN-BLU, PTN-BH, dan PTN Satker. Perubahan status perguruan tinggi salah satunya menjadi PTN-BH turut menyumbang penyebab meningkatnya biaya UKT.

Singkatnya, PTN-BH (Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum) merupakan tingkatan tertinggi dalam hal otonomi. Mereka memiliki otonomi penuh dalam mengelola keuangan dan sumber daya, termasuk dosen dan tenaga kependidikan (tendik). PTN-BH beroperasi dengan cara yang mirip dengan perusahaan Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Mereka memiliki kontrol penuh atas aset dan keuangan mereka sendiri. Termasuk dalam menentukan besaran UKT, PTN-BH memiliki wewenang dalam menetapkan tarif biaya pendidikan berdasarkan pedoman teknis penetapan tarif yang ditetapkan menteri.

Kewenangan ini tak serta merta membuat kampus meringankan biaya UKT, sebaliknya kampus justru semakin ketergantungan ketika menjadikan sumber utama operasional bertumpu dari kontribusi mahasiswa. Perguruan tinggi yang berbadan hukum diberikan otonomi untuk mendapatkan keuntungan. Akibatnya, terjadilah tren komersialisasi di perguruan tinggi, yang tentu saja menyebabkan kenaikan tarif biaya kuliah dan semakin memberatkan mahasiswa terutama yang rentan dalam hal ekonomi.

Pinjol: Alternatif Manipulatif

Menanggapi hal ini, beberapa kampus menetapkan pinjaman online (pinjol) sebagai salah satu alternatif pelunasan biaya kuliah. Hal ini tentu memicu perdebatan sengit di berbagai kalangan. Pasalnya, pinjol merupakan serigala berbulu domba yang telah sukses menjerat banyak mahasiswa ke dalam jurang jeratan hutang. Parahnya, tak sedikit dari korban pinjol yang berujung stress hingga mengakhiri hidup.

Perlu diketahui, pinjol memang memiliki beberapa kelebihan yakni dalam mendapatkan dana secara cepat dan mudah. Namun, dibalik itu, pinjol memiliki segudang resiko yang berbahaya bagi mahasiswa yang umumnya belum berpenghasilan tetap. Jika dibandingkan dengan pinjaman konvensional, pinjaman online memiliki tingkat suku bunga yang cenderung lebih tinggi dan tenor cicilan yang lebih ringkas. Ditambah, biaya administrasi yang tidak transparan turut membuat nasabah berisiko membayar hutang yang menyelisihi kesepakatan awal. Selain itu, terdapat biaya denda keterlambatan dan denda lainnya yang notabene tidak masuk akal.

Melansir dari banyaknya kasus yang terjadi, regulasi yang ada sangat memungkinkan maraknya pinjol ilegal di Indonesia. Hal ini tentu lebih berbahaya bagi mahasiswa khususnya. Pasalnya, pihak pemberi hutang dapat mengakses data diri dari peminjam begitu pinjaman diajukan sehingga nasabah mudah dikejar-kejar tentang hutangnya. Debt collector menebar ancaman mulai dari masuk pengadilan, ke penjara, sampai siap dipecat dari pekerjaan. Tak hanya itu, beberapa warganet lain memang menyoroti pihak pinjaman online yang bisa membaca data-data di ponsel nasabah.

Dewasa ini, peningkatan penggunaan pinjaman online di kalangan mahasiswa perguruan tinggi negeri memang telah menjadi masalah yang cukup serius. Penggunaan pinjol di kalangan mahasiswa seolah menjadi tren baru, ditambah perubahan gaya hidup dan budaya konsumtif yang terus menjadi racun bagi mahasiswa. Hal ini tentu akan semakin parah ketika kampus menyarankan pinjol sebagai alternatif dalam pelunasan biaya kuliah yang kian membengkak. Meskipun pinjol bisa dengan instan memenuhi kebutuhan finansial, mudarat dari layanan ini begitu besar dan dapat mengakibatkan masalah yang serius bagi mahasiswa.

Terlilit hutang dan menjadi buronan Debt Collector merupakan ujung dari perjalanan dari solusi yang ditawarkan pinjol. Tidak heran, berbagai manipulasi dan intrik adalah tokoh utama dalam sistem pinjol. Jika sudah seperti ini, kita harus tetap tenang dan berusaha mencari solusi cerdas untuk membebaskan diri dari jeratan hutang. Terdapat beberapa langkah yang dapat dilakukan :

  • Menghitung nominal yang harus dibayar secara detail
  • Mengetahui nominal yang jelas dan disepakati bersama pihak pemberi hutang sangat penting dilakukan. Hal ini dilakukan demi menghindari biaya penagihan yang tidak wajar.
  • Meminta penghapusan atau keringanan bunga
  • Ketika menghadapi penagih, kita dapat mencoba bernegosiasi untuk mendapatkan keringanan bunga.
  • Melakukan negosiasi perpanjangan waktu pelunasan pinjaman
  • Meminta pendampingan pada orang yang mengerti kasus utang piutang

Disamping melakukan langkah-langkah di atas, kita juga harus tetap mengupayakan dana yang cukup untuk melunasi hutang kita. Tentu saja dana tersebut haruslah didapatkan melalui cara yang baik dan benar.

Hutang yang melilit tentu akan mendorong mahasiswa untuk mencari berbagai cara demi melunasi tanggungan tersebut. Ditambah biaya hidup yang kini tak mudah untuk dipenuhi semakin mengganggu fokus mahasiswa dalam berkuliah bahkan berujung stress dan mengganggu kesehatan mentalnya. Ini akan memunculkan masalah-masalah lain. Sehingga, keputusan beberapa kampus yang menjadikan pinjol sebagai opsi pelunasan biaya UKT jelas sangat perlu dikritisi.

Dalam memecahkan masalah tingginya biaya kuliah tentu memerlukan peran dari berbagai pihak tidak hanya kampus dan mahasiswa saja, peran pemerintah sangat dibutuhkan dalam menuntaskan masalah tersebut. Pendidikan adalah hak bagi seluruh rakyat dari berbagai kalangan. Komersialisasi adalah hal yang tidak boleh terjadi dalam pendidikan. Adanya komersialisasi menjadikan pendidikan menjadi sesuatu yang eksklusif dan hanya mampu didapat oleh kalangan tertentu yang memiliki kelebihan secara finansial. Bahkan, banyaknya beasiswa belum mampu menjadi solusi atas mahalnya pendidikan di negeri ini. Hal ini dikarenakan beasiswa bersifat terbatas dan tidak mampu menjangkau mahasiswa secara luas.

Pendidikan adalah bagian dari pelayanan publik dan kebutuhan pokok yang wajib dipenuhi. Ia merupakan salah satu pondasi negara yang memiliki peran besar dalam menentukan arah kemajuan bangsa. Pendidikan tinggi berfungsi sangat strategis dalam membentuk SDM unggul maupun untuk melahirkan berbagai riset dan kemajuan teknologi sehingga membantu berjalannya fungsi negara sebagai penanggung jawab urusan rakyat. Ini jelas memerlukan dukungan penuh dari pemerintah yang bertanggung jawab sebagai penyedia layanan pendidikan, bukan sebagai pebisnis yang menjadikan pendidikan sebagai aset dalam mencari keuntungan.

Daftar Pustaka

Indonesia. 2014. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 4 Tahun 2014 tentang Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi dan Pengelolaan Perguruan Tinggi. Jakarta.

Sumber Artikel Jurnal

Diana Sekar Anggriani. “Eksistensi Perguruan Tinggi Negeri Berbadan Hukum Terhadap Penyelenggaraan Pendidikan Tinggi”. Hukum dan Keadilan. Vol. 6 No 2, September 2019.

Sumber Internet

Adi Ahdiat. “Ada 10% Penduduk Indonesia Yang Berpendidikan Tinggi Pada Maret 2023”, diakses dari https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2023/10/27/ada-10-penduduk-indonesia-yang-berpendidikan-tinggi-pada-maret-2023 pada tanggal 27 April 2024 pukul 20.50 WIB.

Anonim. “Terlanjur Meminjam Kepada Rentenir? Ini Dia Hal-hal Yang Dapat Kamu Lakukan!”, diakses dari https://sikapiuangmu.ojk.go.id/FrontEnd/CMS/Article/20657 pada tanggal 27 April 2024 pukul 20.50 WIB.

Muhammad Genantan Saputra. “Dari 275 Juta Penduduk Indonesia, Hanya 6 Persen yang Menempuh Pendidikan Tinggi”, diakses dari https://www.liputan6.com/news/read/5298667/dari-275-juta-penduduk-indonesia-hanya-6-persen-yang-menempuh-pendidikan-tinggi pada tanggal 27 April 2024 pukul 20.50 WIB.

Romanti. ” Mengenal Lebih Lanjut Status Perguruan Tinggi Negeri : PTN-BH, PTN- BLU, dan PTN- Satker”, diakses dari https://itjen.kemdikbud.go.id/web/mengenal-lebih-lanjut-status-perguruan-tinggi-negeri-ptn-bh-ptn-blu-dan-ptn-satker/ pada tanggal 27 April 2024 pukul 20.54 WIB.

Ronggo dan Ichsan. “Pengamat: Mahalnya UKT Jelas Akibat Kebijakan PTNBH Alias Komersialisasi Kampus”, diakses dari https://republika.co.id/berita/rx83kc349/pengamat-mahalnya-ukt-jelas-akibat-kebijakan-ptnbh-alias-komersialisasi-kampus pada tanggal 27 April 2024 pukul 20.54 WIB.

Sania dan Ayunda. “ Kemendikbud: Biaya Pendidikan Tinggi di Indonesia Terbilang Rendah”, diakses dari https://www.kompas.com/edu/read/2024/03/08/070000171/kemendikbud--biaya-pendidikan-tinggi-di-indonesia-terbilang-rendah pada tanggal 27 April 2024 pukul 20.54 WIB.

Tantri Dewayani. “Menyikapi Pinjaman Online, Anugerah atau Musibah”, diakses dari https://www.djkn.kemenkeu.go.id/kanwil-jabar/baca-artikel/14040/Menyikapi-Pinjaman-Online-Anugerah-atau-Musibah.html pada tanggal 27 April 2024 pukul 20.55 WIB.

--

--

UPI Humanika

Sebuah Badan Semi Otonom (BSO) yang bergerak dalam bidang unit penalaran ilmiah dari Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada