Mengulik Nilai-Nilai Pendidikan Karakter Seni Tari Rampak Gedruk Buto

UPI Humanika
4 min readApr 15, 2024

--

Oleh Febi Setiyawati (Antropologi 2023) dan Gysta Finanda (Bahasa dan Sastra Indonesia 2023)

Kekayaan Indonesia merupakan mosaik indah dari keragaman Nusantara. Indonesia memiliki gugusan 17.374 pulau dengan keanekaragaman yang eksis di setiap daerahnya. Tingginya angka tersebut menyebabkan adanya perbedaan suku, agama, ras, dan antargolongan antara daerah satu dengan yang lain. Sosiokultural menjadi topik penting dalam kajian ilmu sosial dan humaniora dalam mempromosikan harmoni, dialog, dan kesetaraan di antara individu dan kelompok. Multikultural, pluralitas, dan diversitas kebudayaan merupakan sedikit contoh dari banyaknya istilah yang mampu mendeskripsikan situasi sosiokultural di Indonesia. Bervariasinya dimensi kebudayaan berbentuk simbolik yang diimplementasikan contohnya melalui kesenian telah merepresentasikan keberagaman budaya yang menjadi identitas atau jati diri bangsa Indonesia itu sendiri.

Kesenian merupakan salah satu dari tujuh unsur kebudayaan yang dikemukakan oleh Prof. Dr. Koentjaraningrat. Menurut Koentjaraningrat (1999), kebudayaan dalam arti kesenian adalah ciptaan dari segala pikiran dan perilaku manusia yang fungsional, estetis, dan indah sehingga dapat dinikmati dengan panca indera. Kesenian diklasifikasikan menjadi beberapa jenis, seperti seni musik, seni rupa, seni pertunjukkan, dan lain sebagainya. Seni tari merupakan salah satu bagian dari seni pertunjukkan yang paling populer dan variatif di Indonesia. Hal tersebut disebabkan oleh jumlah produk kesenian tari yang dihasilkan sebanding dengan jumlah daerah di Indonesia karena pada dasarnya setiap kesenian tari adalah bentuk wajah dari daerah asalnya. Dilansir dari laman kompaspedia, tercatat hingga kini terdapat kurang lebih 3.000 tari tradisional yang tersebar di Indonesia dan 110 di antaranya telah terdaftar sebagai warisan budaya takbenda.

Salah satu wilayah yang terkenal dengan keunikan seni tari tradisionalnya adalah Kabupaten Magelang, Jawa Tengah dengan Tari Rampak Gedruk Buto (Garmina, 2017). Tarian ini berkembang dan menyebar hingga ke daerah Boyolali, Semarang, bahkan menjamah ke Yogyakarta. Ditinjau dari segi etimologis, kata Rampak memiliki makna sebagai suatu gerakan tubuh yang dilakukan secara bersama, sedangkan kata Gedruk artinya gerakan kaki yang menghentak ke tanah dan kata Buto bermakna raksasa. Tari Rampak Gedruk Buto adalah genre seni tari tradisional kerakyatan yang berbentuk komposisi tari kelompok. Tari Rampak Gedruk Buto identik dengan tampilan kostum para penarinya yang sangat khas dan mengandung makna filosofis yang cukup mendalam. Topeng yang divisualisasikan sebagai wajah monster yang sangat menyeramkan menggambarkan sosok kemarahan buto atau raksasa yang disebabkan oleh kerusakan alam akibat ulah manusia. Sosok buto atau raksasa ditempatkan sebagai tokoh yang berkuasa dan eksis sebagai makhluk yang hidup di alam yang telah dinarasikan rusak tersebut (Sabandar, 2021). Narasi kemarahan buto atau raksasa semakin jelas ditonjolkan melalui gerakan hentakan kaki dan ayunan tangan yang lincah dan kompak. Pada kaki para penari terpasang puluhan lonceng yang gemerincing berirama senada dengan irama kendang dan gamelan yang mengiringi.

Seni tari merupakan media untuk menyalurkan emosi dan ekspresi yang dibalut oleh unsur estetika melalui gerakan penari sehingga dapat diapresiasi dengan cara menikmati setiap detail keindahannya. Namun, apresiasi seni tari tidak sekadar menikmati dan mempelajari gerakannya. Sebuah tarian tentunya memiliki nilai-nilai pendidikan karakter yang dapat dipelajari sebagai bentuk apresiasi terhadap kesenian tersebut. Apabila ditinjau dari segi narasi, makna, dan filosofi yang terkandung dalam Tari Rampak Gedruk Buto, tarian ini mengusung tema suasana yang pekat dengan karakteristik garang dan enerjik. Demi membawakan tarian bernuansa kemarahan, kegarangan, serta kelincahan buto dengan baik, seorang penari perlu memiliki kemampuan berekspresi yang mumpuni. Aspek-aspek tersebut merupakan nilai-nilai pendidikan yang dapat dipelajari dari tarian Rampak Gedruk Buto melalui pemahaman baik dari dimensi yang berfokus pada gerak tarian dan makna yang ingin disampaikan.

Demi mengekspresikan kemarahan dalam Tari Rampak Gedruk Buto, penari harus mampu mengeksekusi setiap gerak tarian dengan kuantitas energi yang besar puluhan lonceng di kaki penari menjadi sebuah beban dan tantangan tersendiri. Selain membutuhkan kuantitas energi yang besar untuk menciptakan gerak hentakan kaki yang kuat, penari juga membutuhkan kemampuan intuisi untuk bisa bekerja sama dengan penari lainnya agar dapat tercipta gerakan yang kompak atau rampak dan selaras (Syarifudin, 2018). Hal tersebut termasuk dalam nilai-nilai pendidikan karakter dalam Tari Rampak Gedruk Buto yang diimplementasikan melalui wujud media konstruksi pembentukan kedisiplinan yang mengarah kepada hasil berupa jiwa semangat yang tinggi, serta rasa kebersamaan dan kerja sama dalam sebuah tim atau kelompok. Adanya gerak hentakan kaki yang enerjik juga dapat menjadi media penyaluran emosi dari para penari yang diekspresikan melalui gerakan. Tari Rampak Gedruk Buto merepresentasikan dari kemarahan buto atau raksasa akibat adanya kerusakan alam yang diperbuat oleh ulah manusia. Hal ini dapat ditafsirkan sebagai nilai pendidikan karakter berwujud tindakan untuk “mengalamkan manusia dan memanusiakan alam”.

Melalui penjabaran di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa Tari Rampak Gedruk Buto merupakan wadah atau media pembentukan karakter yang apabila diimplementasikan unsur teori dan praktiknya, maka dapat menumbuhkan sebuah revolusi pembentukan karakter yang lebih efektif dan efisien. Nilai-nilai pendidikan karakter tersebut dapat berwujud simbolisme peduli terhadap eksistensi dan keseimbangan peran manusia terhadap alam, penumbuhan dan pengembangan jiwa semangat, pembiasaan karakter kolaboratif untuk dapat bekerja sama dalam sebuah tim atau kelompok, serta sebagai media penyaluran emosi yang tepat. Oleh karena itu, penting rasanya untuk mempertahankan dan menjaga eksistensi dari Tari Rampak Gedrug Buto sebagai suatu bentuk apresiasi terhadap diversitas kebudayaan Indonesia sekaligus menjaga suatu media praktis penanaman nilai-nilai pendidikan karakter bagi generasi muda bangsa.

Daftar Pustaka

Garmina, R. 2017. Tari Rampak Gedruk Buto, Gambaran Kemarahan Raksasa. MerahPutih., dari https://merahputih.com/post/read/tari-rampak-buto-gambaran-kemarahan-raksasa#google_vignette pada tanggal 28 Maret 2024 pukul 05.00 WIB.

Koentjaraningrat. 2005. Pengantar Antropologi. Jakarta: Rineka Cipta.

Sabandar, S. 2021. Pesona Tari Rampak Gedruk Buto dari Kemarahan Gunung Merapi. Diakses dari Liputan6.com. Retrieved November 28, 2023, from https://www.liputan6.com/regional/read/4662294/pesona-tari-rampak-gedruk-buto-dari-kemarahan-gunung-merapi pada tanggal 28 Maret 2024 pukul 09.23 WIB

Syarifudin, A. 2018. Rampak Gedruk Buto, Tarian Simbol Kemarahan Raksasa – Tribunjogja.com. Tribun Jogja, dari from https://jogja.tribunnews.com/2018/10/29/rampak-gedruk-buto-tarian-simbol-kemarahan-raksasa pada tanggal 28 Maret 2024 pukul 22.00.

Yulia, S. 2022. Khazanah Tari Tradisional di Indonesia. Diakses dari https://kompaspedia.kompas.id/baca/data/foto/khazanah-tari-tradisional-di-indonesia#:~:text=Tari%20tradisional%20merupakan%20salah%20satu,dalam%20daftar%20warisan%20budaya%20takbend​a pada tanggal 28 Maret 2024 pukul 08.17 WIB

--

--

UPI Humanika

Sebuah Badan Semi Otonom (BSO) yang bergerak dalam bidang unit penalaran ilmiah dari Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada