Gempa Bumi dan Tsunami Palu-Donggala 2018: Sebuah Peringatan di Tengah Ancaman Alam

UPI Humanika
5 min readSep 18, 2024

--

Oleh Aina Ainul Masruroh dan Ray Augusta Wibawa (Sejarah 2023)

Latar Belakang

Isu megathrust menjadi perhatian yang sangat penting bagi masyarakat dan pemerintah Indonesia, khususnya setelah serangkaian gempa bumi yang baru-baru ini mengguncang wilayah Selatan Pulau Jawa. Megathrust, yang kerap dihubungkan dengan gempa besar dan tsunami, menambah kekhawatiran akan potensi bencana di masa depan. Indonesia, dengan posisinya di kawasan Ring of Fire, memiliki beberapa zona megathrust yang berpotensi menyebabkan bencana besar.

Gempa Bumi dan Tsunami Palu-Donggala 2018

Berbicara tentang gempa bumi dan tsunami, peristiwa di Palu dan Donggala pada tahun 2018 merupakan gambaran jelas dari dampak yang ditimbulkan oleh Ring of Fire ini. Gempa bumi dan tsunami ini bukanlah kali pertama di wilayah Sulawesi Tengah. Setidaknya sudah pernah terjadi lima kali tsunami yang tercatat yakni pada 14 Mei 1921, 1 Desember 1927, 20 Mei 1938, 14 Agustus 1968, dan 1 Januari 1966 (Pribadi dkk., 2018).

Pada 28 September 2018, separuh Pulau Sulawesi diguncang dengan gempa bumi bermagnitudo 7,4 SR yang sekaligus mengakibatkan tsunami di Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah, dengan pusat di kedalaman 10 km, 26 km di sebelah Utara dari Donggala (Pribadi dkk., 2018). Bila dilihat dari waktunya, keberadaan dua bencana besar ini sangat mengejutkan, karena sebelum kejadian ini, Indonesia baru saja mengalami serangkaian gempa bumi di Lombok, tepatnya tanggal 5 hingga 19 Agustus 2018.

Wilayah Palu dan Donggala terletak berdekatan dengan area ring of fire yang memiliki kerentanan terhadap gempa. Selain itu, kerentanan terhadap gempa membuat wilayah ini rentan pula terhadap kemungkinan bencana tsunami seperti tsunami Palu dan Donggala 2018 yang tergolong tsunami longsoran dasar laut akibat gempa bumi Donggala (Pribadi dkk., 2018).

Gempa bumi ini terjadi pada pukul 17.02 WIB tanggal 28 September 2018 dan berdasarkan hasil dari permodelan tsunami, BMKG mengeluarkan peringatan terhadap potensi tsunami (bmkg.go.id, 2018). Peringatan dini tsunami tersebut disampaikan lima menit pasca terjadinya gempa yang menghimbau supaya masyarakat menjauhi pantai dan sungai dalam 30 menit hingga pada pukul 17.22 WIB tsunami benar-benar terjadi dengan ketinggian 6 meter (Farisa, 2018). Selanjutnya peringatan dini tsunami ini diakhiri pada pukul 17.36.12 WIB (bmkg.go.id, 2018).

Kesiapsiagaan Bencana

Beragam respon masyarakat dalam peristiwa ini tetapi sebagian diliputi dengan kepanikan. Di Kelurahan Petobo, terdapat warga yang merespon adanya peristiwa ini dengan berlari secara tergesa-gesa ketika melihat tanah yang berubah seperti lumpur hisap, sebagian mengatakan mereka dikejar oleh gelombang lumpur yang menyeret manusia dan melahap bangunan (bbc.com, 2018).

Kerentanan wilayah Indonesia yang terletak pada area Ring of Fire terutama pada wilayah Sulawesi membuat persiapan akan mitigasi kebencanaan dilakukan sebaik mungkin. Lima menit setelah terjadinya gempa, BMKG langsung mengeluarkan peringatan dini tsunami yang dicabut kemudian setelah tsunami surut (Idhom, 2018). Hal ini menunjukkan adanya kesiapan dari BMKG dalam mitigasi kebencanaan atau upaya mengurangi korban dan kerugian terhadap gempa dan tsunami.

Hal yang disayangkan pada Gempa Bumi dan Tsunami Palu-Donggala 2018 adalah sebagai negara yang sudah jelas rawan akan bencana terutama gempa bumi, masih sering dalam berbagai peristiwa gempa bumi dan tsunami, kita mendapati bahwa masyarakat belum sepenuhnya siap akan tindakan yang perlu dilakukan meskipun berbagai upaya mitigasi yang lain telah disiapkan dengan matang. Kebanyakan dari korban gempa dan tsunami Palu dan Donggala 2018 ini, terjadi akibat reruntuhan bangunan yang ambruk juga korban jiwa dari tsunami yang kebanyakan akibat tersapu gelombang tsunami (Hardjito, 2018).

Selain itu, sikap media juga dinilai melakukan komodifikasi terhadap adanya bencana menyebabkan masyarakat cenderung menanggapi suatu berita sebagai upaya penarikan empati dan malah menimbulkan trauma yang lebih dalam bagi para korban selamat (Pribadi, 2018). Video-video terkait dengan peristiwa ini pun ikut beredar di media sosial (Idhom, 2018). Demikian, perhatian masyarakat tergiring pada keadaan korban bencana dibandingkan mencermati kembali kesiapsiagaan terhadap bencana.

Pasca Bencana

Kehancuran yang ditinggalkan bencana ini sangat besar, menghancurkan ribuan rumah, fasilitas umum, infrastruktur, dan mengakibatkan hilangnya ribuan nyawa. Masyarakat setempat, bersama pemerintah dan berbagai pihak lainnya, harus bangkit dari puing-puing untuk membangun kembali kehidupan yang telah hancur. Langkah-langkah konkret mulai diambil untuk menyediakan hunian sementara, memperbaiki infrastruktur, dan memastikan kebutuhan dasar seperti air bersih dapat terpenuhi.

Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) berperan penting bagi sebagian besar pekerjaan rehabilitasi dan rekonstruksi setelah bencana. Lebih dari dua ribu keluarga penyintas bencana di Palu dan Sigi telah menempati hunian tetap (Kompas, 2022). Setiap hunian dilengkapi dengan fasilitas air bersih dan akses jalan. Pembangunan fasilitas pendidikan dan ruang terbuka hijau juga dilakukan. Selain itu, jalan-jalan dan jembatan yang rusak akibat bencana pun telah diperbaiki. Dalam kurun waktu 6 tahun pasca bencana, berbagai fasilitas kini telah tersedia untuk digunakan oleh penyintas maupun pengunjung di kota-kota tersebut.

Kesimpulan dan Saran

Bencana tersebut secara tidak langsung juga mengungkap berbagai kelemahan dalam sistem mitigasi dan tanggap darurat yang ada pada saat itu. Menyusul kejadian tragis tersebut, penting untuk melakukan evaluasi mendalam mengenai respons yang telah dilaksanakan, serta mengidentifikasi kekurangan yang perlu diperbaiki. Untuk meningkatkan kesiapsiagaan terhadap bencana di masa mendatang, terdapat beberapa langkah preventif yang dapat dilakukan.

Peningkatan edukasi dan sosialisasi sangat penting untuk mempersiapkan masyarakat menghadapi gempa bumi dan tsunami. Melalui program edukasi berkelanjutan dan simulasi bencana, masyarakat dapat lebih memahami dan siap mengambil tindakan yang tepat saat terjadi bencana. Selain itu, penguatan infrastruktur juga menjadi prioritas untuk memastikan bangunan dan fasilitas umum lebih tahan terhadap gempa. Dengan menggunakan teknologi konstruksi canggih dan bahan bangunan yang kuat, risiko kerusakan dapat diminimalkan. Standar bangunan yang lebih ketat diperlukan, terutama di daerah rawan bencana.

Media juga berperan penting dalam menyebarkan informasi edukatif tentang kesiapsiagaan bencana. Fokus pada langkah-langkah yang perlu diambil sebelum, selama, dan setelah bencana, serta informasi tentang evakuasi dan tanda-tanda peringatan dini, akan membantu masyarakat lebih siap. Walaupun demikian, sistem peringatan dini yang efektif juga sangat krusial di daerah rawan. Sistem ini harus memberikan peringatan yang cepat dan akurat, memberi masyarakat waktu yang cukup untuk evakuasi. Pengujian dan pemeliharaan rutin diperlukan untuk memastikan keandalannya.

Daftar Pustaka

Sumber Internet

Addi M. Idhom. (2018). “Penyebab Gempa Palu dan Donggala 28 September yang memicu Tsunami” https://tirto.id/penyebab-gempa-palu-dan-donggala-28-september-yang-memicu-tsunami-c3vf diakses pada 11 September 2024 pukul 17.45

Bbc.com. (2018). “Gempa, Tsunami dan Likuifikasi: Rangkaian Bencana di Palu yang Perlu Anda Ketahui” https://www.bbc.com/indonesia/indonesia-45832237 diakses pada 12 September 2024 pukul 18.15

Djwantoro Hardjito. “Indonesia Darurat Mitigasi Bencana”, diakses dari https://repository.petra.ac.id/18026/1/Publikasi1_10002_4502.pdf, dimuat dalam Kompas pada 27 Oktober 2018

Fitria Chusna Farisa dan Erlangga Djumena. (2018) “Begini Kronologi Gempa dan Tsunami Palu-Donggala yang Tewaskan Ratusan Orang” https://nasional.kompas.com/read/2018/09/29/16415971/begini-kronologi-gempa-dan-tsunami-palu-donggala-yang-tewaskan-ratusan-orang diakses pada 12 September 2024 pukul 10.12

KompasTV Palu. (2022). “Membangun Kembali Pasca Bencana di Palu, Sigi dan Donggala” https://www.kompas.tv/regional/354455/membangun-kembali-pasca-bencana-di-palu-sigi-dan-donggala diakses pada 12 September 2024 pukul 10.17

Pusat Gempa Nasional. “Gempa Bumi Tektonik M=7.7 Kabupaten Donggala, Sulawesi Tengah pada Hari Jumat, 28 September 2018, Berpotensi Tsunami” https://www.bmkg.go.id/berita/?p=gempabumi-tektonik-m7-7-kabupaten-donggala-sulawesi-tengah-pada-hari-jumat-28-september-2018-berpotensi-tsunami&tag=press-release&lang=ID diakses pada 12 September 2024 pukul 10.09

Sugeng Pribadi, dkk. “Merekam Jejak Tsunami Teluk Palu 2018”, Laporan Survey Tsunami BMKG, diakses dari https://www.bmkg.go.id/artikel/?p=merekam-jejak-tsunami-palu-2018&lang=ID pada 11 September 2024 pukul 18.01

Sumber Jurnal

Farid Pribadi. (2018). “Komodifikasi Derita Korban Bencana”. Jurnal Masyarakat dan Media , 2 (2), 146–153. https://doi.org/10.26740/jsm.v2n2.p146-153

--

--

UPI Humanika

Sebuah Badan Semi Otonom (BSO) yang bergerak dalam bidang unit penalaran ilmiah dari Fakultas Ilmu Budaya, Universitas Gadjah Mada